LANGSA (Gentalamedia) – Ketua Umum Front Mahasiswa Pemuda Anti Kekerasan (FOMAPAK) menolak rencana pembangunan atau penambahan 4 Batalyon Teritorial oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Provinsi Aceh.
Langkah tersebut dinilai FOMAPAK tidak sejalan dengan Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki yang menjadi dasar perdamaian antara GAM dan Pemerintah Republik Indonesia pada 2005.
“Kehadiran batalyon baru justru berpotensi mengganggu stabilitas dan memperkeruh kondisi keamanan di Aceh,” ujar Ketua FOMAPAK, Tarmizi, Jumat (2/5/2025).
Ketua FOMAPAK menekankan, bahwa penyelesaian butir-butir perjanjian damai seharusnya menjadi prioritas pemerintah pusat, bukan penambahan kekuatan militer.
“Ini bukan semata-mata soal menolak kehadiran TNI, tetapi soal menghormati MoUÂ Helsinki yang telah membawa perdamaian,” tegasnya.
Dipaparkan Tarmizi, pendekatan keamanan di Aceh seharusnya berbasis sipil, dan yang dibutuhkan masyarakat adalah kesejahteraan, bukan tambahan batalyon.
Menurutnya, jumlah personel TNI yang sudah disetujui bersama dalam MoUÂ Helsinki sebanyak 14.700 prajurit di Aceh, termasuk juga TNI di Aceh untuk pertahanan eksternal.
Di luar dari jumlah tersebut, berarti telah terjadi pelanggaran perjanjian damai MoUÂ Helsinki, serta melanggar Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006.
“Jadi, jika Republik Indonesia, yang dalam hal ini TNI ingin menambah personelnya, maka ini jelas telah melanggar secara sepihak perjanjian yang telah disepakati bersama,” tutup Ketua FOMAPAK.
Komentar Pembaca