JAKARTA (Gentalamedia) — Pra Peradilan masih harus dipertahankan, karena tujuan utama dari pra peradilan adalah untuk melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) bagi tersangka maupun terdakwa dalam suatu proses pidana.
Demikian hal ini disampaikan Kabid Hubungan Internasional Pengurus Besar (PB) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Muhammad Arsyi Jailolo dalam pers rilisnya, Rabu (12/2).
Dijelaskannya, sistem pra peradilan adalah suatu mekanisme yang diatur dalam Pasal 1 butir 10 dan Pasal 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Mekanisme ini bertujuan untuk mengawasi tindakan aparat penegak hukum dan memperbaiki hukum acara pidana peninggalan Belanda atau Herzienner Inlands Reglement (HIR).
Dimana hal ini memberikan sebuah konsep kejelasan terkait untuk mengajukan permohonan sebelum perkara pokok disidangkan di pengadilan.
Lanjutnya, Rechter Comissaris atau Hakim Komisaris yang ada di Rancangan KUHAP sama dengan praperadilan. Cuma hakimnya tidak lagi ada di pengadilan. Hakim bersifat teknis dan langsung dapat turun memantau jalannya penyidikan dan status pemeriksaan.
“Pada hakikatnya Pra Peradilan dan Hakim Komisaris memiliki persamaan, analisa kami aktivis, hakim komisaris diatur untuk menggantikan pra peradilan. Namun, biaya dan resiko penggantian ini sangat besar, lagipula belum tentu serta merta menjamin efektifitas tugas pengawasan,” sebut Jailolo yang juga mahasiswa doktoral Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran.
Menurutnya, kewenangan besar yang dimiliki hakim komisaris ini dikhawatirkan rentan dengan penyalahgunaan kewenangan (abuse of power).
Selanjutnya, dalam Rancangan KUHAP, hakim komisaris diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Pengadilan Tinggi daerah hukum setempat. Ini ditakutkan akan berimplikasi adanya intervensi eksekutif pada yudikatif.
Pada pasal 24 ayat (1) UUD 1945 jelas menyatakan kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, akan bermasalah dengan Independensi seorang hakim komisaris.
Kekhawatiran sistem hakim komisaris akan menganggu sistem yang ada selama ini. Hakim komisaris sistem yang sangat baru yang bisa menimbulkan konflik dalam tubuh lembaga Kepolisian dan Kejaksaan,
“Sebagai aktivis Hukum dan HMI, saya berharap Pra Peradilan masih harus dipertahankan. Tujuan utama dari praperadilan adalah untuk melindungi hak asasi manusia tersangka maupun terdakwa dalam suatu proses pidana. Praperadilan berupaya untuk mengurangi timbulnya penyalahgunaan kekuasaan oleh penyidik dalam melakukan penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, serta penghentian penuntutan,” terang Jailolo.
Lanjutnya, artinya jika Hakim Komisaris menggantikan Pra peradilan, maka kekhawatiran kami, akan muncul ketidak seimbangan kewenangan para aparat penegak hukum atau ketidak Check and balances.
Seharusnya Majelis Hakim cukup menilai upaya pembuktian dari pihak penuntut maupun kuasa terdakwa, baik dari tahapan proses pra peradilan, dakwaan, eksepsi, replik, dan duplik. Hakim cukup menjadi pengadil, karena Majelis Hakim harus berupaya melihat efek dari putusannya di setiap tahapan. (*)
Komentar Pembaca