LHOKSEUMAWE (Gentalamedia) – Ratusan wartawan yang tergabung dalam sejumlah organisasi wartawan, yaitu PWI Aceh Utara, AJI, AJTI, Pewarta Photo Indonesia, PWI Lhokseumawe, PPWI, dan PWA menggelar aksi damai menolak Revisi Undang-undang No. 32 tentang Penyiaran di halaman Kantor Dewan Perwakilan Kota (DPRK) Lhokseumawe, Jum’at (31/5/2024) dan dalam aksi tersebut juga tampak sejumlah Mahasiswa serta Lembaga/Yayasan Bantuan Hukum.
Meraka menolak sejumlah pasal yang dianggap selundupan dalam Revisi UU Penyiaran. Pasal-pasal kontroversial ini dinialai akan membrangus kebebasan pres dan mengrenggut hak konsitusional masyarakat untuk memperoleh informasi.
Proses perumusannya pun dianggap tidak melibatkan partisipasi masyarakat atau pihak yang berkepentingan sehingga terkesan berpotensi terjadi tumpang tindih aturan. Semisal Pasal 8A huruf (q) draf Refisi UU Penyiaran, disebut Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam menjalankan tugasnya berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus dibidang penyiaran. Selain itu juga di Pasal 42 ayat 2 juga menyebutkan bahwa sengketa jurnalistik diurus KPI.
Selain perselisihan Pasal penyelesaian sengketa jurnalistik, ada juga Pasal sisipan terkait larangan penayangan jurnalisme investigasi di draf Revusi UU Penyiaran yang juga bertentangan dengan Pasal 4 ayat 2 UU Pres.
Aksi damai tersebut berawal berkumpul dibundaran Tugu Bank Aceh sekitar pukul 09.30 Wib lalu para jurnalis melakukan Long March ke Gedung DPRK Lhokseumawe yang berjarak kurang lebih 100 meter dari titik kumpulan.
Sesampainya dihalaman Gedung DPRK Lhokseumawe para wartawan melakukan orasi secara saling bergantian dengan awalnya disaksikan hanya satu orang anggota DPRK yaitu, T. Sofyanus (Wakil Ketua Dua).
Ketua PWI Aceh Utara, Abdulhalim, SE. dalam orasinya mengatakan, ini adalah sebagai ancaman terhadap kebebasan pers, pasal – pasal bermasalah dalam revisi ini memberikan wewenang berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengatur konten media, yang dapat mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak pihak Berkepentingan, seperti termuat pada draf pasal 8A huruf q, pasal 50B huruf C dan pasal 42 ayat 2. “Kebebasan berekspresi terancam, ketentuan yang mengatur tentang pengawasan konten tidak hanya membatasi ruang gerak media, tetapi juga mengancam kebebasan berekspresi warga negara, melalui rancangan sejumlah pasal yang berpotensi mengekang kebebasan berekspresi”, tegasnya.
Seketaris PWI Aceh Utara, Sayid Aqil Munawar, A.md juga menambahkan, Kriminalisasi Jurnalis: adanya ancaman pidana bagi jurnalis yang melaporkan berita yang dianggap kontervensial merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi jurnalis. “Independen media terancam, revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak pihak tertentu, yang merusak independesi medan dan keberimbangan pemberitaan, seperti termuat dalam draf pasal 51E”, jelasnya.
Yuswardi selaku penasehat PWI Aceh Utara juga mengutarakan bahwa Revusi UU Penyiaran berpotensi mengancam keberlangsungan lapangan kerja bagi pekerja kreatif, Munculnya pasal bermasalah yang mengekang kebebasan berekspresi berpotensi akan menghilangkan lapangan kerja pekerja kearifan, seperti tim konten YouTube, podcast, pegiat media sosial dan lain sebagainya.
Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Kota Lhokseumawe an. Ibnu menyampaikan dalam orasinya, bahwa revisi yang dilakukan pada undang-undang pers ini akan membatasi ruang gerak pers mencari informasi yang konkrit.
“Karena ada hal-hal tertentu itulah yang kemudian nantinya akan membuat kebebasan wartawan ini untuk memberikan informasi kepada masyarakat akan terputus maka mudah-mudahan dengan adanya kegiatan hari ini dan kita support dari semua seperti amanat dari ketua YARA Provinsi Aceh di Banda Aceh selaku bagian dari seluruh tim advokasi atau pelayanan hukum dari semua lembaga pers yang ada di Aceh berharap bahwa anggota Dewan Perwakilan Rakyat juga bisa menyampaikan Penolakan ini”, harapnya.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Cakra Lhokseumawe, Fachrul Rozi. Menyampaikan yang terut berorasi, “hari ini saya menyampaikan buruk terhadap DPRK Lhokseumawe karena hanya 2 orang anggota DPRK Kota Lhokseumawe yang menemui kami disini, dimana yang lainnya, apakah masih membela rakyat. Kami tidak akan getar walaupun tidak disambut dengan baik, kita lanjutkan perjuangan ini rekan – rekan semua”, sesalnya
Perwakilan DPRK Kota Lhokseumawe Teuku Sofyanus menyampaikan, “kami menyambut baik Aksi Damai Wartawan Indonesi Cabang Lhokseumawe, Berapa orang anggota DPRK Kota Lhokseumawe tidak berada ditempat dan tanpa mengurangi rasa hormat, kami penyambutan rekan-rekan media walaupun ketua DPRK tidak berada ditempat, semua tuntutan akan disampaikan kepada pimpinanan dan kami sangat bertanggung jawab bahkan kemarin sudah menyampaikan kepada unsur rekan-rekan anggota lainnya artinya walaupun ada halangan itu yang bisa kami sampaikan nantinya”, terangnya.
Adapun isi Pernyataan Sikap Jurnalis Pasee “Tolak Revisi UU Penyiaran” dalam aksi unjuk rasa tersebut :
1. Kami dari lintas organisasi wartawan di Lhokseumawe menolak tegas pasal-pasal bermasalah dalam revisi Undang-Undang Penyiaran yang sedang dibahas di DPR RI. Dikarenakan sejumlah pasal tersebut berpotensi akan membungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia, yang merupakan pilar utama dalam sistem demokrasi.
2. Revisi Undang-Undang Penyiaran ini mengandung sejumlah ketentuan yang dapat digunakan untuk mengontrol dan menghambat kerja jurnalistik. Beberapa pasal bahkan mengandung ancaman pidana bagi jurnalis dan media yang memberitakan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu.
3. Hal itu jelas bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi yang telah kita perjuangkan bersama. Mengingat akan terancamnya kebebasan pers, kebebasan berekspresi, kriminalisasi jurnalis serta mengancam independensi media.
4. Tidak hanya jurnalis, sejumlah pasal dalam RUU Penyiaran tersebut juga berpotensi mengekang kebebasan berekspresi, dan diskriminasi terhadap kelompok marginal. Kekangan ini akan berakibat pada memburuknya industri media dan memperparah kondisi kerja para buruh media dan pekerja kreatif di ranah digital.
5. Mengingat hal inilah, sejumlah jurnalis dari lintas organisasi wartawan di Lhokseumawe menolak pasal-pasal bermasalah dalam revisi Undang-Undang Penyiaran yang sedang dibahas di DPR RI.
6. Pasal-pasal tersebut akan membungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia, yang merupakan pilar utama dalam sistem demokrasi.
Setelah menyuarakan penolakan dan aspirasinya “Aksi Damai” oleh para wartawan Lhokseumawe-Aceh Utara membubarkan diribiarpun berakhir dengan sangat kecewa. (*)
Komentar Pembaca