ACEH TAMIANG (Gentalamedia) — Ketua Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Pertanian Dan Perkebunan -Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD. FSPPP-SPSI) Provinsi Aceh Tedi Irawan, SH.MH meminta Mediator Hubungan Industrial Ketenagakerjaan untuk mengangkat kasus pemutusan hubunga kerja (PHK) sepihak terhadap Karyawan PT Bahruny ke ranah hukum Pengadilan Hubungan Industrial dengan melalui proses mediasi dan anjuran dari Mediator.
Hal itu diungkapkan Tedi Irawan pada satu pertemuan para pihak yang diantaranya sejumlah korban PHK, pihak Humas PT Bahruny sebagai utusan perusahaan dan Pengurus PD. FSPPP-SPSI Aceh, Pengurus Cabang FSPPP-SPSI Kabupaten Aceh Tamiang yang difasilitasi oleh Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Aceh Tamiang, Kamis (25/5/2023).
“Kita minta kepada mediator untuk segera mengeluarkan anjuran agar kasus PHK ini dapat dibawa ke Pengadilan PHI,” ujar Tedi dalam pertemuan yang berlangsung di aula Disnakertrans Aceh Tamiang.
Diungkapkan Tedi, managemen PT Bahruny kerap membuat kebijakan sepihak yang berdampak pada kerugian materi dipihak karyawan.
Disebutkannya, perlakuan pihak managemen PT Bahruny dengan kebijakan yang merugikan kaum buruh ini kerap dipraktekkan terhadap karyawannya. Sehingga perlu diajak duduk didepan majelis hakim pada pengadilan PHI agar pihak Managemen bisa sadar hukum.
Dari pembicaraan yang melibatkan para pihak dimaksud diketahui bahwa, PHK sepihak terhadap karyawan yang masing-masing bernama Roman, M. Mustakim, Harmoko, Yudi Pranata, Supriadi, AR tersebut, managemen PT Bahruny akan membayar uang konfensasi terhadap karyawan itu hanya senilai 1 jutaan rupiah saja. Hal itu disampaikan oleh humas PT Bahruny, Hamdani.
Diketahui pula, diantara karyawan itu, Roman merupakan seorang pekerja yang menjalani masa kerja selama 18 tahun di PT Bahruny Rimba Sawang yang ditugaskan menjalankan pekerjaan pokok sebagai pemanen buah kelapa sawit, begitu juga dengan para rekan seprofesinya yang terkena imbas PHK.
Meskipun masakerja M. Mustakim, Harmoko, Yudi Pranata dan Supriadi, AR sebagai pemanen sawit belum selama seperti yang dilakoni oleh Romam, namun tanpa ada kesalahan apapun dalam melaksanakan kewajibannya, mereka di PHK sepihak oleh Managemen PT Bahruny.
PHK tanpa pesangon tersebut karena kontrak PKWT tidak diperpanjang lagi dan diantaranya karena alasan pengurangan karyawan. Sementara itu pihak perusahaan memperlakukan mereka sebagaimana layaknya sebagai karyawan tetap dalam melaksanakan tugas pekerjaan pokok sebagai pemanen, namun pekerjaan mereka diakhiri tidak secara manusiawi karena tanpa pesangon.
Humas PT Bahruny, Hamdani menyebutkan tetap menerima segala keputusan dalam pertemuan itu, baik mediasi lanjutan maupun ketetapan anjuran sebagai proses dan langkah untuk menempuh jalur hukum pada pengadilan PHI.
Mediator Ketenagakerjaan, Yusri mengingatkan pihak perusahaan untuk dapat bekerjasama dalam memberikan keterangan maupun data tertulis umtuk kepentingan penanganan persoalan kasus PHK tersebut.
“Mohon kepada pihak perusahaan maupun karyawan agar dapat bekerjasama dan mentaati proses ini untuk memberikan keterangan dan data yang kami butuhkan. Karena ketidak patuhan dalam hal ini ada sanksinya, yaitu pidana,” ujar Yusri.
Humas Hamdani dikonfirmasi tidak dapat memberikan keterangan karena tidak ada diberikan kafasitas menjawab pertanyaan wartawan oleh pimpinannya.
Menurut Hamdani, kehadirannya ke Disnakertrans Aceh Tamiang tersebut bukan sebagai pengambil keputusan dan memberikan kebijakan, tetapi hanya untuk mendengar dan sekedar menyampaikan sesuai yang diperintahkan oleh pimpinannya, karena pimpinannya berada di kantor posisinya di Kota Medan, Sumatera Utara.
Anehnya, dalam kasus PHK ini, sebagai pemangku kebijakan dsn pemilik kepentingan, pimpinan PT Bahruny masih enggan menghadiri panggilan Pemerintah Aceh Tamiang. Namun hanya mampu seperti mengutus bonekanya untuk hadir, mendengar dan menyampaikan hasil pertemuan kepada pimpinannya. [**]
Komentar Pembaca