SIMEULUE (Gentalamedia) – Butir – butir MoU antara GAM dan Republik Indonesia yang telah ditandatangani 18 tahun silam, antara kedua belah pihak tidak boleh di rubah. Nota kesepahaman tersebut yang diimplementasikan menjadi Undang Undsng Pemerintah Aceh (UUPA) harus dijalankan di Aceh.
Demikian disampaikan Ketua KPA perwakilan Kabupaten Simeulue Ramlansyah pada Gentalamedia, Minggu (12/03/23).
Menurutnya, bilamana ada yang merubah hasil dari MoU tersebut diatas dan kemudian dituangkan di dalam UUPA tanpa adanya dasar maka hal tersebut tidak sah.
“Menurut hemat saya, itu tidak sah, bila sebaliknya siapa yang merubahnya harus bertanggung jawab,” tegas Ramlansyah.
Lanjutnya, sesuai yang menciptakan perdamaian itu adalah kedua belah pihak, maka DPRA. Semua elemen yang ada di Aceh harus bersama sama memanggil kedua belah pihak untuk menyelesaikan seluruh butir- butir di dalam nota kesepahaman tersebut.
Hal tersebut bertujuan untuk kepentingan keseluruhan masa depan rakyat Aceh yang harus dijalankan secara ril sebagai implementasikan ke dalam UUPA No 11 Tahun 2006 tersebut berlaku di Aceh.
“Bukan sebaliknya hanya tinggal dikertas saja,” imbuh Ramlansyah.
Sementara itu, Ketua PA wilayah Simeulue Hasan mengatakan, seluruh rakyat Simeulue berharap kepada DPRA untuk memprioritas pulau Simeulue agar dibuka pelabuhan bebas.
“Simeulue disebut wilayah terdepan dan terluar dan sangat jauh dari daratan Aceh serta pulau Sumatra, mengingat sangat sulit di akses baik transportasi laut dan udara, maka pemerintah harus mempertimbangkan kembali dibukanya pelabuhan bebas,” pungkas Hasan.
Dengan demikian dapat meningkatkan ekonomi masyarakat baik hasil komoditi dan hasil lainnya yang ada di simeulue.(*)
Komentar Pembaca