JAKARTA – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menilai bahwa vonis pidana nihil kepada terdakwa kasus dugaan korupsi PT ASABRI, Heru Hidayat, tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat.
Vonis pidana nihil kepada Heru Hidayat, diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Selasa (18/1/2022).
Sementara, terdakwa Heru Hidayat dalam perkara lain yaitu kasus korupsi Asuransi Jiwasraya telah divonis seumur hidup dan telah incracht ( berkekuatan hukum tetap berdasar putusan Kasasi ).
“MAKI menghormati putusan tersebut namun tetap menyatakan kecewa atas putusan tersebut karena tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat,” sebut Boyamin Saiman, melalui siaran persnya kepada gentalamedia, Rabu (19/1/2022).
Kata Boyamin, semestinya hkim jika tidak memberi hukuman mati sesuai tuntutan Jaksa maka tetap memberikan hukuman seumur hidup atau hukuman seumur hidup secara bersyarat, yaitu jika hukuman penjara seumur hidup dalam perkara Jiwasraya bebas atau berkurang oleh upaya Peninjauan Kembali (PK) atau dapat Grasi, maka hukuman seumur hidup dalam perkara PT ASABRI akan tetap berlaku dan Heru Hidayat tetap menjalani penjara seumur hidup.
Dijelaskannya, berdasarkam Pasal 193 ayat (1) KUHAP, jika hakim menyatakan terdakwa bersalah maka terdakwa dijatuhi hukuman pidana. Tidak boleh nihil karena hukuman sebelumnya dalam kasus Jiwasraya adalah seumur hidup dan bukan penjara dalam hitungan maksimal 20 tahun.
Hukuman nihil hanya berlaku di perkara penjara terhitung yaitu 1 hari hingga maksimal 20 tahun. Jika hukuman seumur hidup maka bisa dijatuhkan hukuman yang sama atau hukuman diatasnya yaitu mati.
“Putusan kemarin menyatakan perbuatan Terdakwa Heru Hidayat terbukti, maka mestinya dipidana dan bukan nihil, tapi bisa seumur hidup atau mati.
“Sesuai pasal 240 KUHAP putusan itu keliru sehingga MAKI meminta jaksa Kejagung harus melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta,” harapnya.
Lanjut Boyamin, putusan mati sebenarnya itu paling proporsional dan sesuai tuntutan keadilan masyarakat mengingat perbuatan Heru Hidayat sangat merugikan negara, masyarakat dan nasabah secara berulang ( Jiwasraya dan Asabri).
” Seandainya hakim tidak sependapat dengan tuntutan mati oleh Jaksa Penuntut Umum, mestinya hukuman penjara seumur hidup secara bersyarat lebih memenuhi ketentuan hukum acara KUHAP karena tetap jatuhi hukuman pidana dan bukan nihil,” tegasnya lagi.
Selanjutnya, MAKI akan maju ke Mahkamah Konstitusi untuk memperluas makna ” Pengulangan Dalam Melakukan Pidana ” yang selama ini dimaknai terbatas setelah orang dipenjara kemudian melakukan perbuatan pidana, tidak disebut berulang jika belum pernah dipenjara meskipun berulang-ulang melakukan perbuatan pidana.
“Jika ini dikabulkan Mahkamah Konstitusi maka dalam kasus seperti Heru Hidayat nantinya dapat diterapkan hukuman mati,” ungkapnya.
Komentar Pembaca