𝗕𝗔𝗡𝗗𝗔 𝗔𝗖𝗘H – Tiga nelayan asal Aceh dari KM Mata Ranjau, yang selama ini ditahan di India akan segera dibebaskan pada bulan Oktober 2021, setelah mereka menjalani hukuman kurungan selama dua tahun enam bulan.
Para nelayan ini ditangkap pada tanggal 22 Maret 2019 karena masuk wilayah perairan India di kawasan Andaman.
Hal itu disampaikan Anggota DPR Aceh, Iskandar Usman Al-Farlaky, kepada gentalamedia.com, Selasa (14/9/2021) di Banda Aceh.
“Untuk proses pemulangan mereka sudah ditangani oleh Dit Perlindungan WNI dan BHI Kemlu RI dan KKP RI. Seperti biasa nanti sampai di Jakarta akan diserahkan ke Badan Penghubung Pemerintah Aceh di Jakarta. Tentu setelah karantina Covid-19 akan diterbangkan ke Aceh,” ujarnya.
Sekretaris Komisi V DPR Aceh ini menambahkan, ketiga nelayan asal Abdya yang akan dipulangkan tersebut yakni Dendi R Bin Ristam, dikenakan pasal 3.7.10.14 (c) (maritime zones of India) regulation of fishing foreign vessel Act 1981, 14 (A) of foreigners Act 1946 dan 5 of A & N Island fisheries regulation 1938 dengan hukuman 2 tahun 6 bulan (dipotong masa tahanan) dan denda sebesar Rs 26.000 (Rs 10.000 + Rs 1.000+Rs 10.000+Rs 5.000 atau sekitar Rp 5.200.000.
Sementara dua lainnya, terang Al-Farlaky, Ibnu Gazar Bin Budiman dn Putra Haris Munandar dikenakan pasal 4 (A) of foreignes Act 1946 dan 5 of A&N island fisheries regulation 1938 dengan hukuman 2 tahun 6 bulan (dipotong masa tahanan dan denda sebesar Rs 11.000 (Rs 10.000 + Rs 1.000) atau sekitar Rp 2.200.000 per orang. Hingga saat ketiga nelayan tersebut telah menjalani masa tahanan selama 2 tahun 5 bulan.
“Dengan demikian, jika ketiga nelayan dapat membayar denda, dapat dibebaskan pada akhir bulan September 2021. Apabila denda tidak dapat dibayarkan, maka akan dikenakan hukuman tambahan selama satu (1) bulan sehingga akan dibebaskan pada bulan Oktober 2021. Saya juga sudah konfirmasi langsung dengan Dit Perlindungan WNI dan BHI Kemlu RI,” jelasnya.
Lanjut Iskandar, dengan dibebaskan ke-3 nelayan tersebut, tidak ada lagi nelayan Aceh yang ditahan di India, begitu juga di Myanmar, kecuali masih tersisa di Thailand.
“Hasil diskusi saya dengan Sekretaris Panglima Laot Aceh, hanya 28 orang masih tersisa di Thailand. Kesuksesan advokasi nelayan ini berkat kerjasama semua stakeholder baik Kemlu RI, KKP, Pemerintah Aceh, dan juga Panglima Laot Aceh,” demikian Iskandar Usman Al-Farlaky.
Komentar Pembaca