LANGSA – Damai Aceh yang ditandai dengan penandatangan perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka dengan Pemerintah Republik Indonesia akan memasuki usia 16 tahun (15 Agustus 2005 – 15 Agustus 2021)
Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki itu seharusnya menjadi era baru untuk masa depan Aceh. Namun momen yang paling krusial untuk kemajuan Aceh bermartabat dikhianati para pemangku kepentingan saat ini.
Hal ini tidak terbantahkan, dengan fakta-fakta yang terjadi selama ini, seperti stigma Aceh miskin, pengelolaan data otonomi khusus yang tidak tepat sasaran, pertumbuhan ekonomi masyarakat terkesan lamban dan seadanya.
Selain itu, kompensasi kesejahteraan bagi masyarakat korban konflik masih banyak yang terabaikan, termasuk dana diyat menurut informasi yang kami terima dari beberapa sumber belum direalisasikan dengan sempurna,” sebut Ketu Forum Pemuda Aceh (FPA), Sayed Alatas, kepada gentalamedia.com, Rabu (11/8/2021).
Padahal, sejarah mencatat sangat jelas kedua pihak saat itu sepakat dan tegas berkomitmen untuk menyelesaikan konflik dengan cara terhormat untuk semua pihak dengan damai menyeluruh dan berkelanjutan.
Untuk membangun rasa saling percaya dan wujud dari komitmen, kedua pihak agar dapat tercapai keberhasilan perdamaian dan membangun Aceh pasca konflik serta bencana Tsunami.
Terbukti keseriusan kedua pihak dituangkan dalam sebuah nota kesepahaman, Nota kesepahaman ini merinci prinsip-prinsip untuk memandu proses transformasi untuk Aceh maju bermartabat dalam hal politik, ekonomi, sosial, budaya dan kegamaan.
Namun kenyataannya, menurut Sayed, pelangaran isi nota kesepahaman kerap terabaikan, pemerintahan sekarang hanya mempertontonkan gaya hidup hedonisme serta ekslusif, untuk kalangan tertentu demi hasrat politik jabatan semata.
“Akal sehat membangun Aceh bermartabat nyaris hilang dengan berbagai fakta dan kegagalan implementasi MoU Helsinki serta turunannya gagal direalisasikan,” terang Sayed lagi.
Fonomena ini membuktikan, bahwa elit politik memarjinalkan cita-cita awal para pencetus nota kesepahaman, sehingga apa yang diharapkan terhadap isi perjanjian damai tidak sesuai seperti yang diharapkan.
Untuk itu, kami meminta Pemerintah Aceh, DPR Aceh dan Pemerintah Pusat merealisasikan konstruksi Aceh bermartabat serta memaksimalkan instansi terkait agar bekerja dengan baik.
Sehingga, cita-cita awal membangun Aceh bermartabat melalui nota kesepahaman MoU Helsinky tahun 2005 dapat terealisasi dengan baik hingga masyarakat sejahtera,” pungkasnya.
Komentar Pembaca