JAKARTA – Pengacara Hotman Paris Hutapea dan aktivis Haris Azhar menilai polemik rencana pemberian sumbangan Rp2 triliun dari anak bungsu Akidi Tio, Heriyanty di Sulawesi Selatan tak bisa dibawa ke jalur hukum.
Hotman Paris menganggap tidak ada unsur pidana yang dapat terpenuhi dalam peristiwa tersebut.
“Secara hukum, agak susah diterapkan pasal mana. Karena belum ada yang dirugikan,” kata Hotman Paris dalam keterangannya melalui akun instagram @hotmanparisofficial dan telah dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Kamis (5/8).
Dia memaparkan sejumlah pasal yang sempat diwacanakan hendak dipakai untuk menjerat Heriyanty. Misalnya, kata dia, Pasal 28 ayat (2) Undang-undang ITE yang berkaitan dengan penyebaran informasi yang menimbulkan pertentangan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).
Menurutnya, pasal tersebut tak dapat diterapkan karena permasalahan sumbangan tersebut tak menimbulkan pertentangan SARA. Malah, kata dia, peristiwa itu menjadi candaan bagi masyarakat Indonesia.
Pengacara kondang ini beranggapan bahwa tidak ada keonaran yang ditimbulkan dari rencana sumbangan Rp2 triliun yang hingga kini belum terealisasi itu.
Kemudian, lanjutnya, polisi juga akan sulit jika hendak menerapkan pasal 378 KUHP tentang penipuan. Dalam kasus sumbangan ini, tidak ada korban yang dirugikan.
“Dalam kasus 2 triliun siapa yang korban. Kan penipuan itu apabila seseorang menyerahkan harta bendanya atau uangnya kepada seseorang karena janji-janji atau informasi yang salah, itulah namanya penipuan,” ucapnya dia lagi.
Menurut dia, delik-delik tersebut akan sulit dibuktikan apabila Heriyanty dijadikan sebagai tersangka nantinya.
Namun demikian, kata dia, proses pemeriksaan terhadap anak Heriyanty tetap perlu dilakukan untuk mendalami kebenaran uang Rp2 triliun tersebut. Menurutnya, Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu perlu turun tangan untuk memeriksa uang Rp2 triliun yang disebut-sebut ada di Singapura.
Pengecekan itu, kata dia, untuk memastikan apakah ada pelanggaran dalam urusan pajak dari uang bernilai fantastis itu.
“Kalau uang itu ada, masuk gak dalam SPT. Dilaporkan enggak dalam SPT. Karena ingat, Undang-undang Tax Amnesty kalau terkait dengan UU Tax Amnesty kalau tidak dilaporkan dendanya bisa 200 persen. Jadi dari segi pajak ini sangat menarik,” tukas dia.
Direktur Eksekutif Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar juga tak sepakat jika anak bungsu pengusaha asal Aceh itu dijadikan tersangka.
Dalam sebuah video yang diunggahnya pada 3 Agustus 2021 lalu, Haris menyatakan bahwa aparat akan terlalu dini jika berkeras menjerat Heriyanty sebagai tersangka.
“Karena kesalahannya itu di mana, kalau dibilang penipuan saya pikir penipuannya belum terpenuhi,” kata Haris dalam video tersebut sebagaimana dikonfirmasi CNNIndonesia.com.
Menurutnya, dalam perkara itu kepolisian hanya dihadapkan pada penyerahan sumbangan Rp2 triliun yang gagal karena pihak pemberi tak memiliki cukup uang.
Selain itu, kata dia, sumbangan itu bukan merupakan hal yang diwajibkan untuk dilakukan. Bentuk kesukarelaan yang tidak bisa dijadikan beban bagi penyumbang.
“Kalau penipuan itu kalau dia ada beban. Kalau mau dijadikan tersangka harus ketemu delik materiil dugaan tindakan pidana yang lain,” jelas dia.
Pegiat HAM ini pun tak sepakat jika penyerahan sumbangan itu dikategorikan sebagai sebuah berita bohong atau hoaks.
“Namanya orang mau niat nyumbang tapi ternyata duitnya enggak cukup, ya sudah. Peristiwanya itu enggak ada yang hoaks. dia mau niat nyumbang, benar kan. terus bawa duitnya enggak ada,” jelasnya.
Menurutnya, lebih tepat jika peristiwa itu karena kelalaian aparat negara tidak melakukan verifikasi lebih lanjut ketika hendak menerima sumbangan tersebut.
Padahal, kata dia, negara memiliki kelengkapan untuk dapat menelusuri kepastian sumber uang tersebut sebelum dipublikasikan ke masyarakat.
Penyelidikan kepolisian terkait peristiwa ini masih berjalan. Heriyanty sedianya kembali diperiksa oleh penyidik pada Selasa (3/8), namun urung dilakukan karena mesti menjalani pemeriksaan kesehatan.
Sejauh ini penyidik Ditreskrimum Polda Sumsel baru memeriksa lima saksi terkait rencana pemberian bantuan uang sebesar Rp 2 triliun untuk penanganan Covid-19 di Sumsel. Penyidik juga bakal menyurati Bank Indonesia untuk bisa menyelidiki rekening giro dari Heriyanty.
Selain itu, Mabes Polri telah mengirimkan tim pemeriksa internal untuk mengklarifikasi Kapolda Sumsel, Irjen Eko Indra Heri terkait sumbangan Rp2 triliun Akidi Tio.
Sumber: CNN Indonesia
Komentar Pembaca