GENTALAMEDIA.COM, Banda Aceh – Kejaksaan Tinggi Aceh menemuka dugaan penyimpangan pada kegiatan pensertifikatan tanah masyarakat miskin tahun 2019 oleh Dinas Pertanahan Aceh dalam rangka mendukung Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan reforma agraria serta pensertifikatan tanah milik masyarakat miskin Aceh,
Kasipenkum Humas Kejati Aceh Munawal Hadi, kepada Gentalamedia, melalui pers rilisnya, Selasa (3/8/2021), menjelaskan berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Pertanahan Aceh Tahun Anggaran 2019 sejumlah Rp. 2.918.613.500,00, (Dua Milyar Sembilan Ratus Delapan Belas Juta Enam Ratus Tiga Belas Ribu Lima Ratus Rupiah), untuk peningkatan pensertifikatan tanah milik masyarakat miskin di Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Utara, Lhokseumawe, Pidie, dan Pidie Jaya, dengan target sebanyak 2200 sertifikat milik masyarakat miskin dan 200 sertifikat aset milik pemerintah.
Dalam kegiatan peningkatan pensertifikatan tanah milik masyarakat miskin tahun 2019 oleh Dinas Pertanahan Aceh tersebut dibagi menjadi tiga item kegiatan yakni Raker Dinas Pertanahan Aceh mengadakan kegiatan belanja sewa ruang rapat / lertemuan, yaitu fullboard hotel acara raker dengan total untuk empat kegiatan yang dilaksanakan di Kyriad Muraya Hotel Aceh, dengan membentuk panitia pelaksana.
Selanjutnya juga telah dibayarkan pembelian/belanja yang dilakukan dengan cara penunjukan langsung tanpa melalui SPSE kepada penyedia sebagai perantara (pihak ketiga) dalam pengadaannya.
Kemudian, dalam pelaksanaan kegiatan pensertifikatan tanah milik masyarakat miskin pada tanggal 20 Juli 2019 ditetapkan/dikeluarkannya Peraturan Gubernur Aceh Nomor 73 Tahun 2019 tentang Pensertifikatan Tanah Milik Masyarakat Miskin di Aceh sebagai pedoman dalam pelaksanaannya dan terhadap DPA tersebut telah terjadi perubahan anggaran menjadi Rp. 2.778.445.500 dengan pengurangan target yaitu 1553 sertifikat milik masyarakat miskin.
Meskipun, sudah terdapat pedoman dalam kegiatan tersebut, tapi pada kenyataannya tidak dilakukan sebagaimana petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis serta tahapan kegiatan. Selain itu juga tidak dibentuk Tim Pensertifikatan Tanah Milik Masyarakat Miskin (PTM3), kelompok kerja persiapan dan tim verifikasi, namun hanya dilakukan oleh personel dan staf pada Dinas Pertanahan Aceh, serta pihak Kantor Pertanahan kabupaten/kota.
“Pada kegiatan itu, mereka dmmenggunakan data calon penerima sertifikat masyarakat miskin yang bersumber dari Dinas Pertanahan kabupaten/kota atau Bagian Tapem pada Sekdakab di empat kabupaten diluar dari lokasi kegiatan yang telah ditetapkan DPA kecuali Kabupaten Pidie Jaya, melalui surat tugas melakukan perjalanan dinas diluar dari lokasi kegiatan yang telah ditetapkan DPA,” ucap Munawal.
Lanjut Munawal, terhadap perubahan tujuan daerah lokasi kegiatan yang tidak sesuai dengan DPA tersebut dilakukan kerjasama oleh Kepala Dinas Pertanahan Aceh bersama Kepala Kantor Pertanahan kabupaten/kota, yang dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama. Sedangkan, realisasi terhadap kegiatan yang dilakukan tersebut hanya menghasilkan 1.113 sertifikat milik masyarakat miskin, sehingga tidak mencapai target DPA Perubahan sebanyak 1.553 sertifikat milik masyarakat miskin.
Sementara, untuk penglsertifikatan Alaset milik pemerintah tidak dikeluarkan pedoman dalam pelaksanaannya, yang dilakukan hanya dengan perjalanan dinas yang tujuannya ke lima) kabupaten/kota yang tidak sesuai dengan lokasi kegiatan sebagaimana yang telah ditetapkan DPA yakni Kota Sabang, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Bireuen.
Selanjutnya terhadap DPA tersebut terjadi perubahan anggaran dengan pengurangan target yaitu 21 sertifikat aset milik pemerintah. Namun, realisasi kegiatan yang dilakukan hanya menghasilkan lim sertifikat aset milik pemerintah sehingga tidak mencapai target DPA Perubahan.
Selain tidak tercapainya target pensertifikatan tanah milik masyarakat miskin dan pensertifikatan aset milik pemerintah, juga ditemukan penyimpangan berupa nama masyarakat miskin penerima manfaat tidak tercantum dalam Basis Data Terpadu (BDT) dan atau hasil survei Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Tim Koordinasi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TKP2K) Aceh.
Sehingga proses kegiatan peningkatan pensertifikatan tanah milik masyarakat miskin Tahun Anggaran 2019 bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
Peraturan Gubernur Aceh Nomor 3 Tahun 2016 tentang Perjalanan Dinas. Peraturan Gubernur Aceh Nomor 76 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Aceh Nomor 120 Tahun 2018 tentang Standar Biaya Pemerintah Aceh Tahun Anggaran 2018 dan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 73 tahun 2019 tentang Pensertifikatan Tanah Milik Masyarakat Miskin di Aceh.
“Terkait dengan realisasi terhadap ke tiga item pekerjaan diatas terindikasi sebagai kerugian keuangan negara/daerah sekitar Rp1.7 miliar lebih,” tutup Munawal.
Komentar Pembaca