GENTALAMEDIA.COM, Langsa – Konsep lembaga keuangan syariah baru diperkenalkan di Indonesia sekitar awal tahun 2000, namun perkembangannya sangat lambat dikarenakan masyarakat belum paham benar keuntungan dan kekurangan konsep syariah.
Demikian disampaikan oleh Direktur Eksekutif Aceh Legal Consul (ALC), Muslim A Gani SH, kepada Gentalamedia, Jum’at (2/7/2021).
“Di Nanggroe Aceh Darussalam sendiri sebagai daerah syariat Islam, lembaga keuangan syariah baru saja dilaksanakan, hal ini seiring dengan lahirnya Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS),” ujar muslim
Muslim menerangkan, banyak orang berpikir bahwa konsep syariah adalah konsep fiqih islam, sehingga hanya orang yang beragama islam yang dapat menerapkan konsep syariah tersebut dalam mengatur lalu lintas keuangannya.
Padahal, tidak demikian di Inggris yang notabene sebagian besar masyarakatnya beragama kristen, katolik dan protestan, konsep syariah malah sangat maju dan lebih berkembang dibandingkan dengan di Indonesia yang penduduknya mayoritas Islam.
Prinsip ekonomi syariah memang benar merupakan produk orang Islam yang diatur dalam syariat Islam tetapi dalam kegiatan ini tergolong dalam muamalah(Tijary), ini dapat dilakukan siapa saja sepanjang sesuai dengan aturan mainnya.
Konsep ini berbeda dengan ibadah yang khusus dilakukan oleh orang yang beragama Islam, sebagai contoh salat, puasa dan mengerjakan ibadah haji, artinya pelaku ekonomi syariah ini tidak harus dari orang yang beragama Islam, jadi siapa saja yang tertarik dengan prinsip syariah dalam kegiatan usahanya tentu dapat memanfaatkannya,” terangnya.
Kemudian, dalam prakteknya, hampir seluruh perbankan yang ada di Indonesia memiliki bentuk syariahnya, dan saat ini khusus Bank Syariah berada dalam satu payung yang bernama Bank Syariah Indoneaia (BSI), hal ini dilakukan untuk memudahkan pelayanan bagi masyarakat dalam lalu lintas pembayarannya berdasarkan prinsip syariah .
Dalam praktek perbankan syariah ada 3 kegiatan utama yang dilakukan, pertama penghimpunan dana (Funding), kedua penyaluran dana (Financing) dan ketiga ultijasa (Fee Based Service).
Konsep syariah ini sangat diperlukan, karena pada umumnya masyarakat berada di area penyaluran dana yang menggunakan beberapa skema dan ini harus dimengerti oleh masyarakat, terutama masyarakat Aceh sendiri.
Meskipun berada di daerah syariat Islam dipastikan mayoritas masyarakat tidak paham dengan banyaknya skema yang digunakan dalam penyaluran dana seperti menggunakan prinsip jual beli (Murabahah, Salam, Istishna), prinsip kerjasama Mudharabah dan Musyarakah), serta prinsip sewa (ijarah dan Ijarah muntahiyah bi al-tamlik), kemudian bentuk akad lain yang lebih bervariasi bisa ditemukan dalam akad multijasa.
Lanjut Muslim, dalam hal pemberlakuan lembaga keuangan syariah di Aceh, Pemerintah Aceh tidak boleh berhenti sampai dengan keluarnya Qanun No. 11 Tahun 2018, paling tidak dalam mengikatkan diri masyarakat Aceh yang memanfaatkan jalur keuangan syariah ini paham betul.
Apabila terjadi sengketa dalam hal memanfaatkan prinsip ekonomi syariah harus benar benar dilakukan secara transparan, baik pelaku perbankan maupun lembaga keuangan lainnya di Nanggroe Aceh Darussalam dalam hal membuat akad untuk mengikatkan diri dengan nasabah yang memanfaatkan lalu lintas pembayaran dalam konsep syariah,” terang Muslim lagi.
Pada kesempatan itu, Muslim A Gani menegaskan, bahwa diriny sengaja menggunakan kalimat Nanggroe Aceh Darussalam, hal ini untuk mengingatkan kembali tentang keistimewaan Aceh tercinta.
“Kami gunakan kalimat Nanggroe Aceh Darussalam dalam catatan ini sebagai pengingat bahwa dulu kita dikenal dengan hak hak ke-istimewaannya, namun kini sirna semua,” kata Muslim.
Lalu, yang perlu diingat bahwa Bank Syariah bukan hanya digunakan oleh orang Islam dan perlu diingat Bank Syariah dan lembaga keuangan syariah di Aceh itu bukan kekhususan Aceh. Karena pelaku ekonomi yang mayoritas kristen, katolik dan protestan di Inggris lebih maju dibandingkan dengan negara kita,” tutup Muslim.
Komentar Pembaca